- Back to Home »
- sejarah »
- Kurikulum 2013 Wujudkan Hasil Seminar Sedjarah 1957
Posted by : Unknown
Sunday, May 11, 2014
Keterangan foto dari kiri ke kanan :
Dirjen Kebudayaan Kaucng Maridjan, Prof Djoko Suryo,
Prof Taufik Abdullah, Ketua umum MSI Mukhlis Paeni,
Dirjen Sejarah dan Nilai budaya Endjat Djaenuderadjat
Seminar Sedjarah yang
diselanggarakan di Yogjakarta 14-18 Desember 1957 merupakan tonggak penulisan
sejarah yang menggunakan pandangan Indonesiacentris. Seminar yang dimotori oleh
Soedjatmoko, Moh Yamin, Soekanto dan A. Sartono Kartodirjo menggagas untuk
menulis sejarah dalam sudut pandang bangsa Indonesia. Selain itu dalam seminar
itu dibicarakan tentang landasan filsafat sejarah nasional, periodisasi sejarah
dan penulisan buku sejarah. Hal inilah yang berusaha ditangkap dalam
Apresiasi Historiografi Indonesia, berusaha kembali mewujudkan kembali
penulisan sejarah dalam sudut pandang Indonesiacentris.
Dirjen Kebudayaan
Kacung Marijan saat pembukaan acara Apresiasi Historigrafi Indonesia yang
berlangsung di Yogjakarta 5-8 Mei 2014 yang lalu mengatakan bahwa semangat
seminar 1957 yang saat ini ingin dimunculkan kembali melalui kurikulum 2013.
"Pendidikan
sejarah dimasa kini dirasa masih sangat kurang. Hal itu berimplikasi pada
lemahnya karakter bangsa. Kita akan perbaiki kurikulumnya dan menammbah porsi
jam pelajaran sejarah disekolah," ungkapnya.
Mata pelajaran sejarah
pada kurikulum sebelumnya selalu mendapatkan porsi jam pelajaran yang sangat
sedikit. Bahkan pada kurikulum 2006 mata pelajaran sejarah hanya mendapatkan
dua jam untuk jurusan IPS dan satu jam untuk jurusan IPA. Selain kurikulum 2006
penurunan materi pendidikan sejarah juga terjadi pada kurikulum 1994 dan
kurikulum 1984. Sementara itu dalam kurikulum 2013 mata pelajaran sejarah
mendapatkan porsi yang lebih. Bahkan pelajaran sejarah dikembangkan dalam dua
mata pelajaran yaitu sejarah Indonesia untuk seluruh peserta didik SMA dan SMK,
dan mata pelajaran sejarah sebagai mata pelajaran wajib bagi peserta didik SMA
yang memilih peminatan ilmu-ilmu sosial. Tujuan utama mata pelajaran ini adalah
mengembangkan dan memperkuat semangat kebangsaan, cinta tanah air, memori
kolektif sebagai bangsa dan mampu belajar dari sejarah.
Menurut Kacung Maridjan,
upaya lain yang akan dilakukan untuk memunculkan semangat seminar sedjarah 1957
dengan memasukkan pengetahuan sejarah dalam kepramukaan dan menggiatkan
kelompok guru-guru sejarah untuk melakukan kajian sejarah. "Kegiatan
konferensi semacam ini akan terus kita adakan," pungkas Kacung Maridjan.(lut/red)