Posted by : Unknown Saturday, May 24, 2014

Bangunan candi dari batuan andesit tampak berdiri megah nan kokoh dari jalan desa RejoKidal, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang sebuah jalan sempit menghubungkan candi dan jalan desa rejo Kidal. Candi yang konon merupakan tempat pendarmaan dari Raja Singasari yang bernama Anusopati memang terletak di tengah-tengah pemukiman yang pada penduduk. Selain pemukiman yang padat penduduknya, suasana di sekitar Candi Kidal ini agak terganggu dengan bau tidak sedap dari peternakan ayam yang terletak tak jauh dari lokasi candi. Kondisi semacam ini tentu saja sangat menganggu wisatawan yang akan mengunjungi Candi Kidal.

Untuk menuju Candi Kidal dari arah kota Malang bisa ditempuh sejauh 28 kilometer menuju arah selatan, dan bisa dicapai dengan kendaraan pribadi baik roda dua maupun roda empat. Dan lokasi Candi Kidal ini susah ditempuh dengan angkutan umum.

Dalam Kitab Pararaton menyebutnya sebagai tempat meninggalnya Raja Anusapati. Sementara pada Kitab Negarakertagama yang ditulis Mpu Prapanca (1365) menyinggungnya sebagai pendarmaan yang pernah dijejaki Hayam Wuruk. Dalam kosakata Jawa, “Kidal” memiliki arti “kiri” atau “selatan”dari asal kata “kidul.” Ada anggapan bahwa lokasi di mana candi berada dinamakan “Kidal” karena sang raja tak lain adalah anak tiri dari Raja Singosari, Sri Ranggah Rajasa (Ken Angrok). Sedangkan arah selatan mengacu pada keberadaan candi di arah selatan agak ke kiri dari pusat Singosari. Sebagai candi pendarmaan raja, Kidal pun banyak menyimpan kisah Anusapati.

Anusapati merupakan anak dari Ken Dedes dan suaminya terdahulu Akuwu Tumapel Tunggul Ametung. Anusapati merupakan raja yang memerintah Singosari tahun 1227-1248 (atau tahun saka 1119-1170) setelah membunuh Ken Arok yang telah dia ketahui bahwa Ken Arok merupakan ayah tirinya.
 
Perebutan kekuasaan pun tidak dapat dihindari lagi trah Tunggul Ametung-Dedes dengan Trah Arok-Ken Umang, Anusopati yang telah membunuh Ken Arok di balas oleh Tohjaya anak dari Ken Arok dengan Ken Umang. Anusopati akhirnya gugur dan 12 tahun kemudian di dharmakan di Candi Kidal.

Sebagai candi pribadi, Candi Kidal memiliki corak Hindu. Tahun 1901, Belanda bernama Brumund dan JLA. Brandes sempat mengunjungi lokasi. Candi kemudian dikonstruksi oleh B. De Haan di tahun 1925. Sedangkan perbaikan yang kedua, dilakukan oleh Pemerintah Indonesia tahun 1986 sampai 1990. Sekarang, candi yang terbuat dari batu andesit dengan relief ini memiliki panjang 10,8 meter, lebar 8,36 meter, dan tinggi 12,26 meter (diduga tinggi sebenarnya mencapai 17 meter). Bagian kaki candi memiliki penggambaran kehidupan dan alam manusia (Bhurloka), bagian badan mewakili langit (Bwahloka), dan puncaknya adalah Swahloka atau kahyangan. Begitulah masyarakat era Singosari menjelaskan mengenai kosmologi dari semesta dengan bahasa dan penjelasan yang sederhana, tetapi bermakna dalam.


Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Popular Post

- Supported © By TOA and Suryadin Laoddang Powered by Pembicara Internet Marketing and Jual Mukena -