- Back to Home »
- novel sejarah »
- Angsa Putih Dari Bumi Hyang (1)
Posted by : Unknown
Sunday, April 27, 2014
Sore itu kabut
tipis menerjang batang-batang pohon (rajasa) yang banyak tumbuh disekitar hutan
yang berbatasan dengan desa kecil di lereng sebuah gunung yang selalu aktif
mengeluarkan awan panasnya. Disana
sini, nampak terlihat daun berguguran yang menandakan kencangnya angin yang
menerpa desanya. Bunyi angin berdesis bagai desahan ular piton yang terkadang
membuat ciut orang yang mendengarnya. Sekali-kali terdengar bunyi burung jalak
yang terdengar parau yang menandakan kebingungannya untuk mecari makan
anak-anaknya yang menunggu kelaparan. Memang pada saat kemarau seperti ini tak
banyak bisa diharapkan dari hutan-hutan yang kering meranggas. Hanya angin
dingin yang menusuk sampai tulang dapat menjadi bonus harian bagi segenap
makhluk yang ada disekitar wilayah ini.
Di sore yang hendak beranjak menuju peranduan malam ini,
terlihat cakrawala menampakkan sinar jingga keemasan seperti goresan-goresan
kuas yang menyapu kanvas untuk ditelannya menjadi warna-warna yang begitu menakjubkan
dan sedap di padang mata. Tidak mengherankan, jika sering dikatakan oleh para
orang tua jika waktu seperti ini sangat digemari oleh segenap makhluk gaib
penghuni alam kegelapan yang ingin bercengkrama dengan penghuni madyapada.
Konon kata para orang tua sambil menghantarkan putra-putri mereka ke peranduan
masing-masing, masa seperti ini dikuasai kekuatan Betari Durga Durga, seorang
penguasa Setra Ganda Mayit, sebuah tempat yang sangat angker dan
menakutkan. Dalam dongeng juga dikatakan bahwa Betari Durga Durga itu
sebenarnya adalah seorang Dewi, seorang bidadari yang cantik jelita bernama Dewi Uma yang
merupakan istri
Betara Syiwa, seorang Dewa raja atau
rajanya para Dewa.
Di suatu sore
yang sangat indah, pasangan Dewa ini bercengkrama sambil melihat indahnya
cakrawala di ufuk senja. Sang Dewi Uma yang memang sangat senang dengan
keindahan sore itu mengajak sang pujaan hatinya untuk menyusuri sampai jauh ke
batas cakrawala. Pada awalnya, sang Betara syiwa menolak mengingat ada larangan
dari Hyang
Tunggal atau Hyang Wenang, ayahnya agar menghindari wilayah
cakrawala di saat senja. Namun apa lacur, desakan dan desah manja sang Betari
Durga ternyata telah mampu melenakan sang Betara untuk memenuhi keinginan sang
Dewi. Betara Syiwa pun menaiki Lembu Andini dan mereka dengan riangnya
menyusuri indahnya cakrawala. Semakin menuju ke barat, ternyata warna semesta
semakin indah dan membuat segenap mahluk di Madyapada semakin merona.
Dalam hati kecil, sang Betara Syiwa
sebenarnya sudah khawatir akan ada apa-apa jikalau perjalanan ini diteruskan.
Demikian juga Lembu
Andini seolah terlihat enggan meneruskan perjalanan menuju batas
cakrawal di ufuk barat. Sekali-kali Andini berjalan lambat, seolah mengingatkan
tentang bahaya yang akan mengancam keselamatan sang majikan. Dari mulut Andi
keluar desisan suara yang menandakan ia ingin menghentikan langkah menuyusuri
perjalanan. Namun, rengekan manja sang Dewi Uma, ternyata bisa meruntuhkan ketetapan
hati sang Betara syiwa. Apalagi semakin lama, semakin dilihatnya wajah sang
Dewi semakin terlihat cantik lebih dari biasanya yang membuat detak jantung sang Betara
semakin kencan. Permintaan sang
Dewi sebenarnya adalah pantangan besar bagi para Dewa, suatu permintaan yang
tidak biasanya. Bersambung...........
Di tulis oleh Mansur Hidayat....
Di tulis oleh Mansur Hidayat....